A. Individu Dalam Organisasi
Masuknya individu dalam organisasi :
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk
interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap
individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain,
dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang
berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang
dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu
oraganisasi atau yg lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang
mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan
hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem
pengendalian, dan sebagainya.
Perilaku individu juga dapat dipahami dengan
mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam Sopiah (2008) menjelaskan
karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciri-ciri biografis,
kepribadian, persepsi dan sikap. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
karakteristik tersebut.
1. Ciri - ciri biografis, yaitu ciri -ciri yang melekat pada
individu. Antara lain :
a. Umur. Dijelaskan secara empiris bahwa umur
berpengaruh terhadap bagaimana perilaku seorang individu, termasuk bagaimana
kemampuannya untuk bekerja, merespon stimulus yang dilancarkan oleh individu
lainnya. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan umur penting untuk dikaji. Pertama,
adanya persepsi bahwa semakin tua seseorang maka prestasi kerjanya akan semaki
merosot karena faktor biologis alamiah. Kedua, adanya realitas bahwa
semua pekerja akan menua. Di Amerika Serikat tahun 1995-2005 sektor pekerja usia
50 tahun ke atas ternyata berkembang jauh lebih cepat dari generasi
penggantinya. Ketiga, adanya ketentuan peraturan (di amerika serikat)
pensiunan yang sifatnya perintah adalah melanggar hukum karena batasan pensiun
bukanlah umur, melainkan ketika yang bersangkutan menyatakan tidak mampu lagi
bekerja. Jika terlaksana demikian maka banyak pekerja usia 70 tahun belum akan
pensiun.
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa absensi
pegawai usia tua ternyata lebih baik, karena persoalan yang dihadapi orang tua
yang menyebabkan mangkir relatif lebih sedikit dari orang muda. Namun karena
alasan kesehatan akhirnya orang tua lebih banyak absen pada usia lanjut.
Orang tua cenderung semakin menyenangi pekerjaannya,
sehingga semakin tua, orang lebih enggan untuk berganti-ganti pekerjaan
dibandingkan orang muda yang selalu ingin tahu, mencoba, dan membutuhkan
pengalaman sehingga sering berganti-ganti pekerjaan.
Dari segi produktifitas, ternyata orang tua lebih
produktif karena lebih berpengalaman, sehingga terampil dan menguasai pekerjaan
lebih baik dibbangingkan orang yang lebih muda. Motivasi dan dedikasi kerja
juga ternyata lebih tinggi. Namun tidak dapat dihindari, pada usia 60
tahun kekuatan fisik tidak akan menunjang semangat dan pengalaman gyang tinggi
tersebut. sehingga produktifitas akan menurun pada usia tersebut.
b. Jenis Kelamin. Penelitian membuktikan bahwa
sebenarnya kinerja pria dan wanita dalam menangani pekerjaan relatif sama.
Keduanya hampir sama konsistensinya dalam memecahkan masalah, keterampilan
analitis dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan kemampuan belajar.
Pendekatan psikologi menyatakan bahwa wanita lebih patuh pada aturan dan
otoritas. Sedangkan pria lebih agresif, sehingga lebih besar kemungkinan
mencapai sukses walaupun perbedaan ini terbukti sangat kecil. Sehingga
sebenarnya dalam pemberian kesempatan kerja tidak perlu ada perbedaan karena
tidak ada cukup bukti yang membedakan pria dan wanita dalam hal kepuasan kerja.
Secara kodrati Tuhan menciptakan perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dari kapasitas fisik, peran, tugas, dan tanggungjawab
dalam lingkungan keluarga. Perempuan lebih sering tidak masuk kerja karena
menanggung beban rumah tangga misalnya menunggui anak yang sakit, hamil,
melahirkan sehingga harus absen.
c. Status Perkawinan. Pemaknaan tentang pekerjaan akan
berbeda antara karyawan yang single dengan karyawan yang sudah menikah.
penelitian membuktikan bahwa orang yang telah berumah tangga relatif lebih baik
dibandingkan dengan single baik ditinjau dari segi absensi. Keluar
beralih kerja dan kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena oarng yang telah
berkeluarga mempunyai rasa tanggungjawab dan membuat pekerjaan lebih ajeg,
lebih tertib, dan mengganggap pekerjaan llebih berharga dan lebih penting.
Penelitian selama ini belum menjangkau pada orang-orang yang bercerai, janda,
duda, dan orang-orang yang kumpul kebo saja.
d. Jumlah atau Banyaknya Tanggungan. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga berpengaruh
terhadap produktivitas kerja karyawan.
e. Masa Kerja. Relevansi masa kerja adalah berkaitan
langsung dengan senioritas dalam pekerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan
pria-wanita-tua-muda dan seterusnya karena penelitian menunjukkan bahwa belum
tentu yang lebih lama pada pekerjaan memiliki produktifitas yang lebih tinggi.
Karena bisa saja orang baru bekerja tetapi memiliki pengalaman yang lebih baik
dari pekerjaan masa lalu.sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman masa lalu
merupakan penentu masa depan seseorang dalam pekerjaan.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan positif
antara lama masa kerja dengan kepuasankerja, artinya semakin lama seorang
karyawan bekerja, maka semakin rendah keinginan karyawan untuk meninggalkan
pekerjaannya.
2. Kepribadian
Robin dallam sopiah (2008) mengemukakan,” personality
is the dynamic organization within the individual of those psychophycal systems
that determine his unique adjustment to this environment. Nimran dalam
sopiah (2008) memaknainya,”kepribadian sebagai pengorganisasian yang dinamis
dari sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian diri
dengan lingkungannya.” dia menambahkan bahwa kepribadian sebagai keseluruhan
cara bagaimana individu beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Robbins dalam
sopiah (2008) mengartikan kepribadian sebagai cara dengan mana seseorang
bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Adapun karakteristik kepribadian
yang popular di antaranya adalah agresif ,malu, pasrah, malas, ambisius, setia,
jujur. Semakin konsisten karakteristik tersebut di saat merepons lingkungan,
hal itu menunjukkan faktor keturunan atas pembawaan (traits) merupakan
faktor yang penting dalam membentuk keribadian seseorang.
Kunarto (2001) menyebutkan bahwa temperament we are
born with, sedangkan character we have to make. Berangkat dari
pendapat ini, pribadi seseorang selalu diwarnai oleh temperamen dan sekaligus
karakter. Temperamen berwarna sifat-sifat yang diperoleh dari keturunan.
Sedangkan karakter terbentuk oleh lingkungan dan situasi. Interaksi antara
temperamen dan karakter itu yang membentuk kepribadian seseorang. Orang yang
karakternya terbentuk paada lingkungan dan budaya kerja yang tinggi akan
cenderung serius, ambisius, dan agresif. Sedangkan orang yang berada pada
lingkungan dan budaya yang menekankan pada pentingnya bergaul baik dengan orang
lain, maka ia akan lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan kerja dan
karier.
Ada sejumlah atribut kepribadian yang perlu dicermati,
diantaranya:
a. Daerah pengendalian (Locus of control)
Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu
eksternal dan internal. Kepribadian yang bersifat pengendalian internal adalah
kepribadian di mana seseorang percaya bahwa dialah yang mengendalikan apa yang
terjadi pada dirinya. Sedangkan sifat kepribadian pengendalian eksternal adalah
keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh
lingkungan (diluar dirinya), seperti nasib dan keberuntungan.
b. Paham Otoritarian
Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status dan
keyakinan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat kepribadian
otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan orang atau
kedudukan dalam organisasi, mengeksploitasi orang yang memiliki status
dibawahnya, suka curiga dan menolak perubahan.
c. Orientasi Prestasi
Orientasi juga merupakan karakteristik kepribadian
yang dapat digunakan untuk meramal perilaku orang. Mc Clelland, tentang
kebutuhan untuk berprestasi, menyebutkan bahwa ada dua karakteristik sifat
kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, yaitu :
(1) Mereka secara pribadi ingin bertanggungjawab atas keberhasilan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. (2) Mereka lebih senang dengan
suatu resiko. Resiko merupakan tantangan yang mengasyikkan. Jika berhasil
melewatinya maka ia akan merasa puas.
Bentuk-bentuk kepribadian akhirnya menentukanperilaku
organisasi, karenanya orang lalu mencari dan berusaha menemukan ciri-ciri
kepribadian. Hasil penelitian Edgar H. Schein yang dikutip dalam kunarto (2001)
memperoleh 16 ciri kepribadian yaitu : (1)pendiam vs ramah, (2) kurang cerdas
vs lebih cerdas, (3) dipengaruhi perasaan vs emosional mantap, (4) mengalah vs
dominan, (5) serius vs suka bersenang-senang, (6) selalu siap vs selalu
berhati-hati, (7) malu-malu vs petualang, (8) keras hati vs peka, (9)
mempercayai vs mencurigai, (10) praktis vs imajinatif, (11) terus terang vs
banyak muslihat, (12) percaya diri vs takut-takut, (13) konservatif vs suka
eksperimen, (14) bergantung kelompok mandiri vs mandiri, (15) tak terkendali vs
terkendali, (16) santai vs tegang.
Introversi adalah sifat kepribadian seseorang yang
cenderung menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan
atas pikiran dan perasaannya. Ekstroversi merupakan sifat kepribadian yang
cenderung mengarahkan perhatian kepada orang lain, kejadian di lingkungan dan
menghasilkan kepuasan dari stimulus lingkungan.
3. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan satu faktor yang harus dipahami kita
dapat memahami perilaku orang lain. Dengan saling memahami individu maka
organisasi akan dapat dikelola dengan baik. Definisi sikap dapat dijelaskan
dalam tiga komponen sikap, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Afektif
berkenaan dengan komponen emosional atau perasaan sesorang. Komponon kognitif
ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada rasionalitas dan
logika. Komponen psikomotorik merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak
terhadap lingkungannya.
4. Kemampuan
Yang
dimaksud dengan istilah kemampuan adalah kapasitas seseorang untuk melaksanakan
beberapa kegiatan dalam satu pekerjaab. Pencapaian tujuanorganisasi atau
manajemen yang berhasil adalah kemampuan seorang pemimpin untuk
mengeksploitasikan kelebihan sebesar-besarnya dan menekankan kekurangannya dari
berbagai orang untuk bersama-sama meningkatkan produktifitas. Kategori
dikelompokkan menjadi dua yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan phisik.
- Kemampuan
intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
mental. Untuk mengungkap kemampuan ini digunakan tes IQ yang berusaha
mengeksplorasi dimensi kecerdasan numeris yaitu kemampuan berhitung
dengan cepat dan tepat, pemahaman verbal yaitu kemampuan memahami
apa yang dibaca dan didengar serta relasinya satu sama lain, kecepatan
perseptual yaitu kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan
cepat dan tepat, penalaran induktif yaitu kemampuan mengenali
suatu urutan secara logis dalam suatu masalah dan kemdian memecahkan
masalah tersebut, penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunakan
logika dan menilai implikasi dari suatu argumen, visualisasi ruang yaitu
kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya
posisinya dalam ruang dirubah, ingatan (memory) yaitu kemampuan
menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu. Untuk pekerjaan yang
memerlukan rutinitas tinggi dan tidak memerlukan intelektualitas tinggi,
IQ tinggi tidak ada relevansinya dengan kinerja. Namun pemahaman verbal,
kecepatan persepsi, visualisasi ruand dan ingatan banyak diperlukan di
berbagai bidang pekerjaan. Sehingga tes IQ tetap diperlukan.
- Kemampuan
fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan.
Karyawan yang mempunyai kemampuan intelektual dan
fisiknya tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, sipastikan akan merupakan
penghambat pencapaian tujuan kinerja atau produktifitas. Seorang pilot misalnya
harus berkualitas tinggi kemampuan visualisasi ruangnya, penjagapantai harus
kuat kemampuan visualisasi dan koordinasi tubuhnya.
5. Persepsi
Gitosudarmo, I (1997) memberikan definisi persepsi
sebagai suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan, dan
menafsirkan stimulus lingkungan. Dia menambahkan bahwa ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi persepsi, diantaranya :
- Ukuran
- Intensitas.
Semakin tinggi tingkat intensitas stimulus maka akan semakin besar
kemungkinannya untuk dipersepsikan.
- Frekuensi.
Semakin sering frekuensi suatu stimulus maka akan semakin dipersepsikan
orang. Misalnya perusahaan yang gencar mengiklankan produknya di berbagai
media.
- Kontras.
Stimulus yang kontras / menncolok dengan lingkungannya akan semakin
dipersepsikan orang. Seseorang yang tampil “beda” secara fisik akan
semakin dipersepsikan banyak orang.
- Gerakan.
Stimulus dengan gerakan yang lebih banyak akan semakin dipersepsikan orang
dibandingkan dengan stimulus yang gerakannya kurang. Misalnya di suatu
ruangan yang hening, semua diam, tiba-tiba ada seseorang yang bergerak,
maka semua orang di ruangan tersebut akan memperhatikan orang yang bergerak
itu.
- Perubahan/
stimulis yang berubah-ubah akan menarik untuk diparhatikan dibandingkan
dengan stimulus yang tetap. Misalnya lampu yang nyalanya berkelip-kelip
atau memiliki warna yang bermacam-macam akan lebih menarik perhatian.
- Baru.
Suatu stimulus baru akan lebih menarik perhatian orang dibanding stimulus
lama. Misalnya buku terbitan baru tentu akan lebih menarik perhatian
publik dibangingkan buku terbitan lama.
- Unik.
Semakin unik suatu objek atau kejadian maka akan semakin menarik orang
untuk memperhatikannya.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya
distorsi dalam persepsi atau adanya perbedaan persepsi dalam memaknai sesuatu.
Faktor tersebut adalah :
- Pemberian
Kesan (perceiver)
Bagaimana seseorang memberikan arti terhadap sesuatu
sangat ditentukan oleh karakteristik kepribadian orang tersebut. Misalnya umur,
lama bekerja, status, tingkat pendidikan, agama, budaya, dan lain-lain.
- Sasaran.
Atribut yang melekat pada objek yang sedang diamati akan dipersepsikanm
sehingga dapat mempengaruhi bagaimana orang mempersepsikan hal tersebut.
misalnya dari wujud fisik, tinggi, bentuk tubuh, rambut, cara berpakaian,
suara, gerakan, bahasa tubuh maupun sikapnya yang memberikan berbagai
persepsi yang berbeda dari tiap orang yang berbeda.
- Situasi
Lingkungan sangat menentukan individu/kelompok dalam
mempersepsikan objek atau kejadian. Contoh, setiap malam minggu Anda melihat
sesorang di sebuah café. Menurut Anda, orang tersebut tidak menarik. Tetapi
ketika orang tersebut datang ke masjid, menurut Anda, orang tersebut menjadi
sangat menarik. Namun mungkin saja orang lain tidak menilainya demikian. Proses
persepsi dari gitusudarmo dlam sopiah (2008) :
Gudson dalam Sopiah (2008) mengemukakan ada sejumlah
kesalahan yang sering terjadi dalam mempersepsikan suatu objek atau kejadian
tertentu yaitu :
- Stereotyping. Yaitu
menilai seseorang hanya atas dasar satu atau beberapa sifat kelompoknya.
Stereotype sering didasarkan atas jenis kelamin, umur, agama, kebangsaan,
kedudukan, jabatan. Misalnya seorang pimpinan menilai perempuan yang sudah
menikah, apalagi punya anak cenderung memiliki tingkat absensi tinggi.
- Halo
effect. Yaitu kecenderungan untuk menilai seseorang hanya atas dasar salah
satu sifatnya saja, misalnya orang yang mudah tersenyumm berpenampilan
menarik, maka orang tersebut dinilai baik dan jujur. Pada saat wawancara
seleksi karyawan, efek halo ini sering terjadi. Pewawancara seringkali
tertipu denganpenampilan sesaat calon karyawan. Hal ini tentu sangat
berbahaya.
- Projection.
Yaitu kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain atas dasar perasaan
atau sifatnya. Misalnya seseorang yang membenci orang lain, apapun yang
dilakukan orang itu maka akan membuatnya tidak suka. Begitu pula
sebaliknya, jika ia suka terhadap orang tertentu, maka apapun yang
dilakukannya walau menyakitkan tetap saja orang tersebut tidak bisa
membencinya.
6. Belajar
Robbins (1993) menyebutkan belajar adalah proses
perubahan yang relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena adanya
suatu pengalaman atau latihan. Dari pengetian tersebut, dapat dipahami ada tiga
komponen belajar yaitu (1) belajar melibatkan adanya perubahan, dari buruk
menjadi baik, dari tidak tahu menjadi tah, dari tidak bisa menjadi bisa. (2)
perubahan yang terjadi relatif permanen. Perubahan yang bersifat sementara
menunjukkan kegagalan dalam proses belajar. (3) belajar berarti ada perubahan
perilaku. Belajar tidak hanya mengubah pikiran dan sikap, tetapi ada yang lebih
penting lagi adalah belajar harus mengubah perilaku subjek ajar.
Jenis-jenis Teori Belajar :
1. Teori Pengondisian Klasik. Dikemukakan oleh Paplov.
Hasil percobaanya terhadap anjing mengenai keterkaitan antara stimulus dan
respon menunjukkan bahwa stimulus yang tidak dikondisikan akan menghasilkan
respons yang tidak dikondisikan pula, dan melalui proses belajar maka stimulus
yang dikondisikan itu akan menghasilkan respons yang dikondisikan.
2. Teori Pengondisian operan. Menurut teori ini,
perilaku merupakan fungsi dan akibat dari perilaku itu sendiri.kecenderungan
mengulangi sebuah perilaku tertentu dipengaruhi penguatan yang disebabkan oleh
adanya akibat daro perilaku itu. Misalnya bila seorang karyawan berprestasi di
atas standar kemudian diberi insentif oelh pimpinan, maka akan berdampak
positif / kesenangan sehingga pada bulan berikutnya karyawan itu akan melakukan
hal yang sama untuk memperoleh imbalan.
3. Teori social. Teori sosial tentang belajar adalah
suatu proses belajar yang dilakukan melalui suatu pengamatan dan pengalaman
secara langsung. Agar memperoleh hasil yang maksimal, ada empat hal yang harus
diperhatikan oleh seorang pengajar dalam melakukan proses belajar-mengajar
yaitu :
a) Proses perhatian, dimana pengajar
harus menyampaikan materi pelajaran dengan menarik, dan suasana belajar yang
kondusif.
b) Proses ingatan, dimana hasil belajar
juga tergantung pada seberapa bbesar daya ingat si subjek belajar.
c) Proses reproduksi, dimana subjek
ajar setelah belajar harus mengalami perubahan sikap, berpikir dan berperilaku.
d) Proses penguatan, dimana apabila subjek
belajar telah belajar dengan baik maka harus diberikan penguatan. Misalnya,
karyawan yang mengikuti pelatihan, setelah selesai pelatihan dan kinerjanya
menjadi lebih baik maka ia harus mendapatkan imabalan yang sesuai/
B. Memahami Perilaku Manusia
Thoha (2009) menjelaskan perbedaan perilaku manusia
beberapa aspek mendasar sebagai berikut:
- Manusia
berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak sama. Berbagai pendapat
menjelaskan penyebab perbedaan ini seperti ada yang beranggapan karena
disebabkan sejak lahir manusia ditakdirkan tidak sama kemampuannya, ada yg
mengatakan karena perbedaan dalam kemampuan menyerap informasi dari suatu
gejala, ada yang beranggapan karena kombinasi diantara keduanya. Oleh
karenanya kecerdasan menjadi perwujudan dari kemampuan seseorang.
Terbentuknya kecerdasan juga dijelaskan beragam, ada yang mengatakan
kecerdasan merupakan pembawaan sejak lahir, ada yg mengatakan karena
pendidikan dan pengalaman. Karena adanya perbedaan perilaku kemampuan ini
maka dapat memberikan prediksi pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang
bekerja di dalam suatu organisasi. Kalau kita berhasil memahami
sifat-sifat manusia dari sudut manusia dari sudut ini, maka akan paham
pula mengapa seseorang berperilaku yang berbeda dengan yang lain di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan yang sama.
- Manusia
mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Perilaku umumnya didorong olleh seranngkaian
kebutuhan, yaitu beberapa pernyataan dalam diri seseorang (internal state)
yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai objek atau
hasil. Sebagaimana teori kebutuhan dari abraham maslonw yang menjelaskan 5
tingkatan yang menjadi kebutuhan manusia. Ketika satu tingkat kebutuhan telah
terpenuhi, maka akan beranjak untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat selanjutnya
atau berganti dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan yang sekarang mendorong
seseorang, mungkin akan merupakan suatu hal yang potensial dan juga mungkin
tidak, untuk menentukan perilakunya di kemudian hari. Pemahaman terhadap
perbedaan dalam kebutuhan ini sangat diperlukan karena dapat memprediksi dan
menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di dalam kerja sama organisasi,
serta membantu memahami mengapa suatu hasil dianggap penting bagi seseorang
yang juga masih berkaitan dengan konsep motivasi..
- Orang
berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana
bertindak.
Seseorang dapat dihadappkan pada sejumlah kebutuhan
yang potensial harus dipenuhi lewat perilaku yang dipilihnya. Cara untuk
menjelaskan bagaimana seseorang membuat pilihan di antara sejumlah besar
rangkaian pilihan perilaku yang terbuka baginya, dengan menggunakan teori expextancy.
teori expextancy berdasarkan suatu anggapan yang menunjukkan bagaimana
menganalisa dan meramalkan rangkaian tindakan apakah yang akan diikuti oleh
seseorang manakala ia mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai
perilakunya. Teoori ini berdasarkan proposisi yang sederhana yakni bahwa
seseorang memilih berperilaku sedemikian karena ia yakin bahwa seseorang
memilih berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat mengarahkan untuk
mendapatkan suatu hasil tertentu (misalnya mendapatkan hadiah, upah, dikenal
oleh atasan yang menarik baginya karena sesuai dengan tuntutan kebutuhannya.
Dengan model ini dapat dipahami bahwa kekuatan yang mendorong seseorang untuk
berperilaku dalam suatu cara tertentu akan menjadi besar manakala individu
tersebut :
a) Percaya bahwa
pelaksanaan kerja suatu tingkat yang diinginkan itu memungkinkan (tingginya expectancy
U-P)
b) Percaya bahwa
perilakunya akan memimpin ke arah pencapaian suatu hasil (terdapatnya expectancy
P-H yang tinggi)
c) Dan apabila
hasill-hasil tersebut mempunyai nilai yang positif (mempunyai daya tarik yang
tinggi).
Sehingga dapat dijelaskan bahwa individu akan memilih
perilaku yang memberikan dorongan motivasi besar. Model expectancy ini
tidak bisa dipergunakan untuk meramalkan bahwa seseorang akan selalu
berperilaku dengancara yang terbaik agar tercapai tujuan yang diinginkan. Model
ini hanya mebuat asumsi bahwa seseorng membuat keputusan yang rasional itu
berdasarkan pada persepsinya terhadap lingkungannya.
- Seseorang
memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lampau dan
kebutuhannya. Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif, dimana
seseorang mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti baginya. Proses
aktif ini melibatkan seorang individu mengakui secara selektif aspek-aspek
yang berbeda dari lingkungan, menilai apa yang dilihatnya dalam hubugannya
dengan pengalaman masa lalu, dan mengevaluasi apa yang dialami itu dalam
kaitannya dengan kebutuhan – kebutuhan dan nilai-nilainya. Oleh karena
kebutuhan-kebutuhan dan pengalaman seseorang itu seringkali berbeda
sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan berbeda. Suatu
contoh, orang-orang yang berada dalam organisasi yang sama seringkali
mempunyai perbedaan di dalam pengharapan(expextancy) mengenai suatu
jenis perilaku yang membuahkan suatuv penghargaan, mislanya naiknya gaji
dan cepatnya promosi.
- Seseorang
mempunyai reaksi senang atau tidak senang (affective)
- Banyak
faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang.
C. Kinerja Individu
Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh effort
(usaha), ability (kemampuan) dan situasi lingkungan.
- 1.
Effort
Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi.
Motivasi adalah kekuatan yang dimiliki seseorang dan kekuatan tersebut akan
melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela. Motivasi
ada 2 macam ;
a. Motivasi dari dalam : keinginan yang besar yang
muncul dari dalam diri individu tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan
dalam hidupnya.
b. motivasi dari luar : motivasi yang bersumber dari
luar diri yang menjadi kekuatan bagi individu tersebut untuk meraih
cita-tujuan-tujuan hidupnya seperti pengaruh atasan, teman, keluarga, dsb.
- 2.
Ability. Ability
seorang individu diwujudkan dalam bentuk komoetensi. Individu yang
kompeten memiliki pengetahuan dan keahlian. Sejak dilahirkan setiap
individu dianugerahi Tuhan dengan bakat dan kemampuan. Bakat adalah
kcerdasan alami yang bersifat bawaan. Kemampuan adalah kecerdasan individu
yang diperoleh malalui belajar.
- Situasi
Lingkungan. Lingkungan dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
Situasi yang kondusif misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana
dan prasarana yang memadai, dll. Situasi lingkungan yang negatif misalnya
suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana san prasarana yang tidak
memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, teman kerja, dll.
D. Langkah Modifikasi Perilaku
Perilaku individu dapat dimodifikasi ke arahh yang lebih baik sehingga mengarah
pada penciptaan tujuan yang efektif dan efisien. Adapun langkah modifikasi yg
bisa dikembangkan adalah sebagai berikut :
- Antecendents, apa
yang melatarbelakangi perilaku individu ?
- Behavior, apa
yang individu lakukan / katakan ?
- Consequences, apa
yang terjadi setelah tindakan tersebut ?
Tahap-tahap tersebut dapat menjadi siklus perilaku
individu. Jika tahap ketiga yaitu konsekuensi telah dilakukan, maka tindakan
tersebut bisa menjadi pemicu tahapan perilaku untuk siklus kedua.
E. Kesimpulan
Dalam mengelola organisasi, seorang pemimpin atau manager harus
memahamiperilaku kelompok sebagai landasan untuk mengelola orang-orang yang ada
di dalamnya. Masalah perilaku individu maupun kelompok merupakan salah satu
masalah yang amat pelik yang selalu dihadapi oleh semua manajer di berbagai
organisasi, oleh karena itu perlu sekali mempelajari dan memahami agar tujuan
organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.